Jumat, 03 Juni 2011

Jangan Jadi Kera, Ujilah Semua Asumsi

Jangan Jadi Kera, Ujilah Semua Asumsi

Bayangkan sebuah kandang yang berisi lima ekor kera. Di dalam kandang itu, gantungkan pisang pada sebuah tali dan tempatkan tangga di bawahnya. Tidak lama, seekor kera akan menuju ke tangga itu dan mulai memanjat tangga mendekati pisang. Sesaat setelah ia menyentuh tangga, semprot semua kera dengan air es. Setelah beberapa saat, kera lain akan mencoba dan lakukan hal yang sama, semua kera disemprot dengan air es. Dengan cepat, saat kera lain mencoba menaiki tangga itu, kera lainnya akan mencegahnya.

Sekarang matikan air, keluarkan seekor kera dari kandang dan gantikan dengan kera yang baru. Kera yang baru, ketika melihat pisang akan mencoba menaiki tangga. Diluar dugaan semua kera dikandang itu menyerangnya. Setelah percobaan dan serangan yang ia dapatkan, ia mengetahui bahwa jika ia mencoba menaiki tangga itu, ia akan diserang.

Selanjutnya, keluarkan kera berikutnya dan gantikan dengan kera yang baru. Kera baru itu mendekati tangga dan diserang. Kera baru yang sebelumnya, juga ikut menyerang dengan antusias.

Lalu, keluarkan lagi kera lain dengan kera baru. Kera baru tersebut menuju tangga dan diserang. Dua dari empat kera yang menyerang tidak tahu mengapa mereka tidak diperbolehkan menaiki tangga, atau mengapa mereka ikut menyerang kera yang paling baru.

Setelah semua kera yang pernah disemprot digantikan dengan kera baru, tetap tak ada satu pun kera mendekati tangga itu lagi. Mengapa? karena sepanjang yang mereka tahu, selalu begitulah situasinya selama ini.     

Dalam melakukan analisa dan perubahan, sering kali kita terjebak dengan asumsi-asumsi yang terbentuk karena budaya, pengalaman, cerita, teori yang sekarang ini kita jadikan  acuan, maupun faktor-faktor lain.

·         Asumsi bahwa perubahan susah dilakukan karena Management tidak support
·         Asumsi bahwa perubahan susah dilakukan karena karyawan atau sumber daya yang kita miliki susah untuk    dirubah
·         Asumsi bahwa pencapaian kita sudah maksimal dan tidak bisa ditingkatkan lagi
·         Asumsi bahwa jika harga dinaikkan produk tidak akan laku
·         Asumsi bahwa kita tidak bisa melakukan apa-apa karena permasalahan timbul karena faktor ekstenal
·         Asumsi bahwa mesin sudah tua sehingga tidak bisa menghasilkan produk dengan kualitas yang baik
·         Dan berbagai asumsi lainnya yang akhirnya membatasi kita dalam melakukan suatu kreatifitas

Asumsi bisa menjadi suatu tembok yang membatasi kreatifitas kita, oleh karena itu janganlah kita terbatasi oleh Asumsi. Ketika kita ingin melakukan suatu perubahan, biarkanlah pemikiran kita bebas berkreasi tanpa dibatasi dengan asumsi-asumsi. 


Regards

Imanuel Iman
Sentral Sistem Consulting
@ M.T. Haryono Square 3A Fl. No. 2
Jl. M.T. Haryono Square Kav. 10 Jakarta Timur 13330
(T) +6221-29067201 - 3
(F) +6221-29067204

Rabu, 16 Februari 2011

Kendala dalam Penetapan Target Penetapan Target Tanpa Melalui Analisa Data Sebelumnya

“Target tidak sekedar usaha untuk menjadi lebih baik”                

Kendala dalam Penetapan Target
Penetapan Target Tanpa Melalui Analisa Data Sebelumnya

Merancang strategic bisnis plan (target pada perusahaan) bisa dianalogikan seperti merancang desain bangunan. Untuk mendapatkan desain bangunan yang baik, kita perlu mengumpulkan input terlebih dahulu, bagaimana struktur tanah di lokasi untuk menetapkan struktur bangunan yang kokoh, bagaimana kondisi lingkungan sekitar bangunan, bagian mana pada lokasi tersebut yang memiliki kelebihan (misalnya memiliki view yang bagus), arah barat – timur – selatan – utara untuk efisiensi pencahayaan dan mengurangi panas berlebihan dlsbnya.

Analogi diatas juga berlaku untuk proses perancangan bisnis plan perusahaan (penetapan target perusahaan). Sebelum kita menetapkan suatu target, kita perlu melakukan analisa terlebih dahulu, baru kemudian menetapkan target perusahaan. Proses melakukan analisa, baru kemudian menetapkan target sebenarnya bukan hal baru, namun pada kenyataannya;  disadari (karena merasa sudah tahu permasalahan atau karena merasa data masa lalu tidak bisa dijadikan acuan) maupun tidak disadari (karena kekurangpahaman) banyak perusahaan yang menetapkan target tanpa dilandasi proses analisa yang mendalam. Berikut ini contoh kasus yang pernah saya tangani di client.        

Salah satu target perusahaan adalah meningkatkan profit sebesar 20%. Dan untuk mencapai peningkatan profit sebesar 20%, perusahaan menetapkan kenaikan penjualan sebesar 30%. Secara hitung-hitungan matematis, meningkatkan penjualan sebesar 30% memang bisa meningkatkan profit perusahaan sebesar 20%

·         Namun apakah kenaikan target penjualan tersebut sudah cukup spesific ? Penjualan produk apa yang ingin dinaikkan 30% ? apakah semua produk ? atau hanya produk A yang memiliki profit lebih besar yang target penjualannya dinaikkan 40%, sedangkan produk B yang profitnya kecil target kenaikannya cukup 10% ?

·         Apakah kenaikan profit 20% hanya bisa dilakukan dengan cara menaikkan penjualan sebesar 30% ? atau ada cara lain yang bisa dilakukan, misalnya : Menaikkan harga jual sebesar 10%, atau kombinasi antara kenaikan penjualan sebesar 10% plus efisiensi sebesar 5% ?

·         Apakah penetapan target kenaikan penjualan sebesar 30% dilandasi analisa data dengan baik ?  Produk apa yang menjadi produk ungulan perusahaan yang memiliki peluang menang lebih besar ? Produk apa yang penjualannya mulai turun karena ada ancaman produk pengganti ?  

Pertanyaan diatas menggambarkan bahwa kita tidak cukup hanya menetapkan target tanpa suatu landasan analisa yang baik. Landasan analisa yang baik, akan membuat perusahaan mampu membuat arahan strategic bisnis plan (penetapan target perusahaan) secara lebih spesific sesuai kelebihan dan kekurangan perusahaan.  

Kembali ke contoh kasus peningkatan target profit melalui peningkatan target penjualan, hasil analisa yang kami lakukan menyimpulkan perlunya perbaikan target sebagai berikut      
a.      Penjualan produk jenis A lebih memberikan profit kepada perusahaan. Berdasarkan data ini, perusahaan menetapkan kenaikan target sales produk A lebih tinggi dari target sales produk lainnya.
b.      Kredit macet pada perusahaan relatif tinggi. Selama ini Sales terfokus untuk menjual lebih banyak tanpa melihat resiko kredit macet yang terjadi. Berdasarkan data ini, kemudian perusahaan menetapkan target penurunan kredit macet.
c.       Biaya in-efisiensi akibat kesalahan (perbaikan/ pembongkaran) cukup tinggi, dengan melakukan perbaikan pada proses manajemen proyek, diharapkan biaya in-efisiensi bisa ditekan, perusahaan kemudian menetapkan penururan target in-efisiensi sebesar 20% (IM)


IKUTI PROGRAM CORPORATE DIRECTORS FORUM,
MELAKUKAN PEMBAHASAN DAN DISKUSI MENGENAI PROBLEM DALAM PENETAPAN TARGET PERUSAHAAN
MENINGKATKAN RELASI DENGAN SESAMA DIREKTUR DARI PERUSAHAAN LAIN
SABTU, 26 FEBUARI 2010, HANYA DI SENTRAL SISTEM CONSULTING.

“BAWA KASUS ANDA UNTUK DIDISKUSIKAN BERSAMA TEAM KONSULTAN SENTRAL SISTEM CONSULTING”!!!

Senin, 10 Januari 2011

Inspirasi : "Hasrat untuk Berubah"


Hasrat untuk Berubah
(Terukir di sebuah makam di Westminster Abbey, Inggris)

Ketika aku masih muda dan bebas berkhayal,
aku mimpi ingin mengubah DUNIA.
Seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku,
kudapati bahwa
dunia tidak kunjung berubah.

Maka cita-cita itupun kupersempit
Lalu kuputuskan untuk hanya mengubah NEGERIKU.
Namun tampaknya,
hasrat itu pun tiada hasilnya

Ketika usiaku semakin senja,
dengan semangatku yang masih tersisa,
kuputuskan untuk mengubah KELUARGAKU
Orang-orang yang paling dekat denganku.
Akan tetapi celakanya,
mereka pun tidak mau diubah

Dan kini,
Sementara aku berbaring saat ajal menjelang,
Tiba-tiba kusadari:

“Andaikan yang pertama-tama kuubah adalah DIRIKU
Maka dengan menjadikan diriku sebagai anutan,
Mungkin aku bisa mengubah KELUARGAKU.

Lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka,
Bisa jadi aku pun mampu memperbaiki NEGERIKU.

Kemudia siapa tahu
Aku bahkan bisa mengubah DUNIA

(Transforming Organization hal 234)



Kamis, 06 Januari 2011

Mengukur Keberhasilan Perusahaan


Mengukur Keberhasilan Perusahaan

Dalam beberapa kesempatan pelatihan maupun seminar, saya sering mengajukan pertanyaan ke peserta, “Bagaimana cara mengukur keberhasilan atau kesehatan perusahaan?” Ternyata hampir semua peserta memberikan jawaban yang relatif sama. Ukuran keberhasilan perusahaan dilihat dari besaran laba yang mampu dihasilkan oleh perusahaan.
Namun sebenarnya laba atau keuntungan perusahaan, tidak bisa dijadikan ukuran keberhasilan atau ukuran kesehatan suatu perusahaan. Mengapa? Karena laba hanya menceritakan gambaran masa lampau. Misal, laporan keuangan PT A mengambarkan laba perusahaan tahun 2006 sebesar 1,5 milyar. Itu artinya performa perusahaan masa lampau (tahun 2006) yakni laba senilai 1,5 milyar.

Namun apakah ada jaminan bahwa laba perusahaan akan menjadi lebih baik atau minimal sama pada tahun-tahun berikutnya? Banyak kita saksikan perusahaan berhasil meraih laba besar pada tahun tertentu, kemudian pada tahun berikutnya perolehan laba menurun. Atau sebaliknya perusahaan yang awalnya merugi (menggunakan ukuran finansial artinya perusahaan tersebut tidak berhasil), ternyata berhasil menghasilkan laba lebih besar di tahun-tahun berikutnya. 


Oleh karena itu, kita tidak bisa mengukur keberhasilan atau kesehatan perusahaan dari satu sisi performa keuangan saja. Kita harus melakukan pengukuran pada beberapa faktor lainnya, misalnya: 


  1. Performa kepuasan pelanggan. Jika perusahaan tidak mampu menjaga kepuasan pelanggan, pelanggan akan beralih ke perusahaan lain. Dalam jangka menengah, kondisi ini akan berdampak pada penurunan penjualan dan citra perusahaan yang memburuk. Jika kondisi ini terus terjadi, pada akhirnya bisa mengancam kelangsungan hidup perusahaan.

Sebaliknya, jika perusahaan berhasil menjaga kepuasan pelanggan, akan terjadi retensi pelanggan. Dengan adanya retensi pelanggan, penjualan akan beranjak naik  (penjualan yang berasal dari pelanggan baru ditambah pelanggan lama). Jika kondisi ini bisa diterus dipertahankan, perusahaan akan mampu hidup dalam jangka panjang.



b.       Performa proses internal.
    • Jika kita tidak mengontrol proses internal, proses akan berjalan dengan tidak terkendali. Proses yang tidak terkendali akan berdampak pada output produk atau jasa yang tidak sesuai keinginan pelanggan.

    • Jika kita tidak mengontrol efisiensi, pengeluaran akan membengkak. Pengeluaran yang membengkak bisa mengurangi keuntungan atau bahkan mengakibatkan kerugian pada perusahaan.  
c.     Performa pembelajaran. Jika kita tidak mendidik karyawan dengan baik, dampaknya karyawan menjadi kurang kompeten. Karyawan yang kurang kompeten dapat mengakibatkan proses produksi dan atau jasa berjalan dengan tidak baik sehingga output produk menjadi kurang bermutu. Output produk yang kurang bermutu bisa  mengakibatkan pelanggan tidak puas, dan akhirnya pelanggan pindah ke produk lain.

Jadi ukuran Keberhasilan Perusahaan harus dilihat dari banyak aspek yang saling mempengaruhi satu sama lain

Ikuti terus diskusi mengenai metode penetapan target, dan dapatkan pembahasan detilnya dalam buku “Transforming Organization”

Imanuel Iman
Sentral Sistem Consulting