Pernahkah Anda sudah merasa bekerja
sebaik-baiknya, bahkan telah memberikan hasil positif (membuat kerja lebih
efisien, menciptakan efisiensi) namun atasan atau Customer Anda tetap saja
complain ?
Tentunya banyak dari kita yang
sering mengalami hal seperti ini, yang akhirnya membuat kita kecewa dan merubah
sikap kita dari yang sebelumnya penuh semangat, peduli terhadap masalah, berubah
menjadi orang yang apatis, tidak peduli, tidak hormat kepada Customer atau
atasan, dan sikap negatif lainnya. Buat apa kerja kalau tidak dihargai ?
Jika Anda pernah merasakan hal
tersebut, atau Anda sekarang ini sedang ada dalam kondisi tersebut, coba renungkan sejenak untung ruginya
kita bersikap seperti itu.
·
Sikap
seperti ini menjadikan
diri kita sebagai obyek,
dimana kita bisa berubah mengikuti kondisi external
yang terjadi. Ketika lingkungan kita bersemangat
kita akan bersemangat, ketika lingkungan kita jelek, kita akan ikut menjadi
jelek. Lalu apakah kita ingin menjadikan diri kita sebagai obyek ??
·
Kelemahan
lain dari sikap ini adalah menjadikan diri kita tertutup akan koreksi diri. Seharusnya kita bisa lebih positif dalam melihat suatu
masalah, mungkin manajemen menyalahkan kita dengan maksud untuk menjadikan kita
sebagai orang yang lebih baik (memberikan input bukan menyalahkan), atau memang
komunikasi kita yang kurang baik ke Manajemen sehingga Manajemen tidak
mengetahui improvement apa yang sudah kita kerjakan
Kembali ke topik utama kenapa
Pimpinan masih complain walapun kita telah memberikan hasil positif kepada
Perusahaan ? Ada 2 penyebab utama kenapa hal tersebut bisa terjadi:
1. Apa yang bagus menurut kita belum
tentu bagus menurut Pimpinan. Bisa saja Anda memang benar telah melakukan
improvement, namun bisa juga menurut Pimpinan : yang lebih penting adalah hal
lain. Anda melakukan improvement A, tetapi menurut Pimpinan yang lebih penting
adalah B. Berikut salah satu contoh kasus yang pernah kami alami:
·
Staff
client kami ingin cepat memdapatkan sertifikat dan tidak mau report-report
dengan improvement karena ada banyak pekerjaan dan proyek baru. Kemudian kita
mengikuti kemauan mereka. Namun di akhir proyek top manajemen complain karena
tidak merasa ada perubahan atau improvement. Lalu apa gunanya sertifikat
?? Tentu saja complain tersebut membuat kita kecewa, tapi kita harus
belajar untuk mau menerima complain dan melakukan koreksi diri. Tidak mungkin
ada asap jika tidak ada api. Tidak mungkin ada complain kalau kita melakukannya
dengan sempurna, pasti ada sesuatu yang salah di kami (berpikir positif sambil
mengurut dada). Keterbukaan, kelapangan dada
akhirnya memberikan jawaban atas kasus kami bahwa Prioritas Top Manajemen
berbeda dengan prioritas kami (prioritas yang kami dapat dari keinginan
staff client). Seharusnya kami lebih menggali “hidden agenda” dari
Top Manajemen dan menyamakan prioritas kami dengan prioritas Top
Manajemen.
.
2. Kurangnya kita melakukan sosialisasi
atas improvement yang telah kita lakukan. Ketika kita melakukan improvement, apakah Pimpinan mengetahui
improvement yang telah kita lakukan ?
Ketika kita tidak
pernah menceritakan improvement yang telah kita lakukan, bagaimana manajemen
bisa tahu kalau kita telah bekerja dengan baik ? Pengalaman saya, banyak
Pimpinan yang tahu masalah karena masalah akan mudah sekali terangkat, namun
tidak tahu akan improvement karena jarang sekali yang mengangkat cerita
keberhasilan tersebut. Jadi wajar saja kalau manajemen tahu masalah dan tidak
tahu improvement yang telah dilakukan J akibatnya kita merasa bahwa manajemen
tidak menghargai kita. Kita kecewa, cemberut, bĂȘte dll. Berikut pengalaman kami
terkait dengan kasus ini
·
Dalam
salah satu project improvement yang kami tangani, tiba-tiba ada issue dari
beberapa orang yang merasa bahwa setelah project improvement berjalan beberapa
bulan, bukannya jadi tambah baik tapi kok jadi tambah kacau ? Issue
tersebut tentu saja sampai ke Manajemen dan membuat Manajemen merasa project
ini tidak ada gunanya dan ingin memutuskan kontrak. Padahal kami telah banyak
melakukan improvement. Dulu tidak ada schedule delivery yang jelas, sekarang
ada schedule delivery, bahkan kita bisa menelusuri status dari setiap part
sampai ke detil prosesnya. Dulu schedule produksi hanya quantity sekarang sudah
dibuat per jam dan dibuat berdasarkan cycle time yang diukur. Mencoba berlapang
dada, kami kemudian mencoba mencari penyebab kasus ini terjadi ? Kami
akhirnya menemukan jawaban atas kasus ini “Kami kurang berkomunikasi dengan Manajemen, kurang menceritakan
progress improvement yang telah kami lakukan”. Akibatnya mudah sekali manajemen terseret dengan
issue negative dari orang-orang yang resistance terhadap perubahan. Orang-orang
yang merasa tidak sejalan dengan perubahan yang terus dilakukan. Atas kasus
ini, kami kemudian menyiapkan detil laporan hasil yang telah kami lakukan dan
mempresentasikan hasilnya kepada Top Manajemen dan ternyata Top Manajemen
surprise dengan hasil yang telah kami lakukan. Keterbukaan ini akhirnya mampu
membuat kita menjadi lebih baik. Sekarang ini kami secara rutin menyusun standard laporan hasil
improvement kepada Manajemen supaya mereka bisa
ikut merasakan progress improvement yang sedang berjalan. Dengan adanya perubahan ini, sekarang
kami justru malah bisa menjadi lebih dekat dengan Top Manajemen dan mendapat
support lebih dari Top Manajemen.
Jadi kenapa harus kecewa ketika
atasan kita merasa kita kurang baik ?? Jadikan itu sebagai pecutan untuk kita
lebih berintrospeksi.
Apa yang salah dengan kita ?? TIDAK
ADA ASAP JIKA TIDAK ADA API J
Salam Transformasi
Imanuel Iman
Penulis buku Transforming
Organization