Kebijakan pengelolaan limbah B3 yang ada saat ini perlu
dilakukan dalam bentuk pengelolaan yang terpadu karena dapat menimbulkan
kerugian terhadap kesehatan manusia, mahluk hidup lainnya dan lingkungan hidup
apabila tidak dilakukan pengelolaan dengan benar. Peraturan Pemerintah tentang
Pengelolaan Limbah B3 yang secara terpadu diperlukan untuk mengatur keterkaitan
setiap simpul pengelolaan limbah B3 yaitu kegiatan penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan,
pengolahan, pemanfaatan, dan penimbunan limbah B3.
Oleh sebab itu, Pemerintah
menyusun Peraturan Pemerintah No 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3
yang mengatur mengenai :
a.
Penetapan Limbah B3;
b.
Pengurangan Limbah B3;
c.
Penyimpanan Limbah B3;
d.
Pengumpulan Limbah B3;
e.
Pengangkutan Limbah B3;
f.
Pemanfaatan Limbah B3;
g.
Pengolahan Limbah B3;
h.
Penimbunan Limbah B3;
i.
Dumping (Pembuangan) Limbah B3;
j.
Pengecualian Limbah B3;
k.
Perpindahan lintas batas Limbah B3;
l.
Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan
Lingkungan Hidup dan Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup;
m.
Sistem Tanggap Darurat dalam Pengelolaan Limbah B3;
n.
Pembinaan;
o.
Pengawasan;
p.
Pembiayaan; dan
q.
Sanksi administratif.
Ringkasan perubahan Peraturan Pemerintah No. 18
Tahun 1999 jo 85 Tahun 1999 Menjadi PP 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan
Limbah B3.
PP Lama (PP 18 dan 85
Tahun 1999)
|
PP Baru (PP 101 Tahun
2014)
|
1. Tidak
ada pembagian LB3 berdasarkan tingkat bahaya.
|
1.
Ada limbah B3 dengan kategori 1 dan
kategori
2
|
2. Tata
cara penetapan limbah B3
|
2.
Tata cara penetapan limbah B3
|
3. Tidak
ada limbah B3 dari sumber spesifik khusus
|
3.
Ada pengaturan limbah B3 kategori bahaya B
dari sumber spesifik khusus (slag, kapur, dll)
|
4. Penyimpanan
limbah B3 < 50 kg/hari adalah 180 hari
|
4.
Penyimpanan limbah B3 < 50 kg/hari
adalah 365 hari
|
5. Tidak
ada uji coba
|
5.
Ada uji coba (pemanfaatan & pengolahan
limbah B3)
|
6. Tidak
ada pendaftaran limbah B3
|
6.
Ada pendaftaran limbah B3 (berguna untuk delisting)
|
7. Kodifikasi
karakteristik limbah B3 belum rinci
|
7.
Kodifikasi
karakteristik limbah B3 lebih rinci
|
8. Tidak
ada pengaturan produk samping (by-product)
|
8.
Ada pengaturan produk samping (by-product)
|
9. Tidak
ada ketentuan dana jaminan lingkungan
|
9.
Ada ketentuan mengenai dana jaminan
lingkungan
|
10. Belum ada rincian perpindahan
lintas batas
|
10. Ada rincian perpindahan
lintas batas
|
11. Tidak ada pengaturan dumping
|
11. Ada
pengaturan dumping
|
12. Belum ada rincian pengaturan
tanggap darurat
|
12. Ada rincian pengaturan tanggap darurat
|
Detail perubahan Peraturan Pemerintah No. 18
Tahun 1999 jo 85 Tahun 1999 Menjadi PP 101 Tahun 2014 diantaranya :
1.
Penjelasan
mengenai pembagian limbah B3 berdasarkan tingkat bahaya
Penjelasan mengenai
pembagian limbah B3 berdasarkan tingkat bahaya belum termuat dalam PP 18 Tahun
19999 jo 85 Tahun 1999. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut hanya menjelaskan
bahwa limbah B3 hanya diidentifikasi berdasarkan sumber dan karakteristiknya “Pasal
6 : Limbah B3 dapat diidentifikasi menurut sumber dan karakteristiknya”.
Padahal yang seharusnya diinformasikan dan diidentifikasi yaitu limbah yang
berdasarkan tingkat bahayanya.
Oleh sebab itu,
Pemerintah mengeluarkan PP 101 Tahun 2014 yang menjelaskan bahwa limbah B3
diidentifikasi berdasarkan tingkat bahaya, sumber, dan karakteristiknya “Pasal
3 ayat (2) : Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan kategori
bahayanya terdiri atas Limbah B3 kategori 1 dan Limbah B3 kategori 1.
Secara detail pembagian
limbah B3 berdasarkan tingkat bahaya tercantum pada PP 101 Tahun 2014 Lampiran 1.
Berdasarkan lampiran 1 terlihat bahaya limbah B3 kategori 1 lebih berbahaya
dibandingkan dengan limbah B3 kategori 2. Limbah B3 kategori 2 hanya dilakukan
pengujian tingkat racun (TCLP) dan memiliki nilai LD50 > dari 50
mg/kg (lima puluh miligram per kilogram) berat badan hewan uji, sedangkan
pengujian limbah B3 kategori 1 diidentiifikasi berdasarkan karakteristik mudah
meledak, mudah menyala, reaktif, infeksius, dan/atau korosif sesuai dengan
parameter uji sebagaimana tercantum dalam Lampiran II, kemudian dilakukan uji
tingkat racun (TCLP), dan memiliki nilai LD50 < 50 mg/kg (lima puluh
miligram per kilogram) berat badan hewan uji. Uji karakteristik limbah B3
berdasarkan tingkat bahaya secara detail diatur dalam Pasal 5 ayat (3) dan (4).
2.
Tata
cara penetapan limbah B3
Penetapan limbah B3
dijelaskan secara rinci pada PP 101 Tahun 2014. Penjelasan mengenai penetapan
limbah B3 diatur mulai pasal 3 sampai dengan pasal 9. Penjelasan mengenai
penetapan limbah B3 dimulai dari karakteristik limbah B3, penentuan kategori
limbah berdasarkan sumber, tingkat bahaya, dan karakteristiknya. Kemudian
dijelaskan juga cara pengujian karakteristik limbah B3 kategori 1 dan 2.
3.
Pengaturan
limbah B3 dari sumber spesifik khusus
Limbah B3 berdasarkan
sumbernya terdiri atas : limbah B3 dari sumber tidak spesifik, limbah B3 dari
sumber spesifik, dan limbah B3 dari B3 kedaluwarsa, B3 yang tumpah, B3 yang
tidak memenuhi spesifikasi produk yang akan dibuang, dan bekas kemasan B3. Penjelasan
mengenai sumber limbah B3 sudah diatur pada PP 18 Tahun 1999 pasal 7 ayat (1)
dan PP 101 Tahun 2014 pasal 3 (3). Perubahan dan tambahan yang belum diatur
pada Peraturan Pemerintah yang sebelumnya adalah mengenai limbah B3 dari sumber
spesifik.
Peraturan Pemerintah No
101 Tahun 2014 menjelaskan lebih detail mengenai limbah B3 dari sumber
spesifik. “Pada pasal 3 ayat (4) Limbah B3 dari sumber spesifik sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf c meliputi: a. Limbah B3 dari sumber spesifik
umum; dan b. Limbah B3 dari sumber spesifik khusus”.
Limbah B3 dari sumber
spesifik merupakan Limbah B3 sisa proses suatu industri atau kegiatan yang
secara spesifik dapat ditentukan. Limbah B3 dari sumber spesifik khusus adalah
Limbah B3 yang memiliki efek tunda (delayed
effect), berdampak tidak langsung terhadap manusia dan lingkungan hidup,
memiliki karakteristik beracun tidak akut, dan dihasilkan dalam jumlah yang
besar per satuan waktu. Daftar atau Jenis limbah B3 yang termasuk pada limbah
B3 dari sumber spesifik umum dan khusus tertera pada Lampiran 1 Tabel 3 Daftar
Limbah B3 Dari Sumber Spesifik Umum, dan Table 4 Daftar Limbah B3 Dari Sumber
Spesifik Khusus.
4.
Masa
simpan limbah B3
Peraturan Pemerintah
No. 101 Tahun 2014 mengatur lamanya masa simpan limbah B3 sampai 365 hari,
berbeda dengan peraturan sebelumnya yang hanya sampai 180 hari. Berikut masa
simpan B3 menurut PP 101 tahun 2014
a. Masa
simpan 90 (sembilan puluh) hari sejak Limbah B3 dihasilkan, untuk Limbah B3
yang dihasilkan sebesar 50 kg (lima puluh kilogram) per hari atau lebih;
b. Masa
simpan 180 (seratus delapan puluh) hari sejak Limbah B3 dihasilkan, untuk
Limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 kg (lima puluh kg) per hari untuk
Limbah B3 kategori 1;
c. Masa
simpan 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sejak Limbah B3 dihasilkan, untuk
Limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 kg (lima puluh kilogram) per hari
untuk Limbah B3 kategori 2 dari sumber tidak spesifik dan sumber spesifik umum;
atau
d. Masa
simpan 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sejak Limbah B3 dihasilkan, untuk
Limbah B3 kategori 2 dari sumber spesifik khusus,
5.
Pengaturan
uji coba (pemanfaatan & pengolahan limbah B3)
Sebelum melakukan
pemanfaatan dan pengolahan limbah B3 maka pengusaha harus melakukan uji coba.
Pelaksanaan dan persetujuan uji coba diatur dalam PP 101 tahun 2014 Bab VII
mengenai pemanfaatan limbah B3. Persetujuan pelaksanaan uji coba berlaku paling
lama 1 tahun dan tidak dapat diperpanjang. Jika pelaksanaan uji coba gagal maka
pengusaha harus menutup atau tidak diperbolehkan mengadakan usaha / kegiatan
pemanfaatan limbah B3. Setelah pengujian berhasil maka pengusaha harus
mengajukan izin pemanfaatan limbah B3. Aktivitas / kegiatan pemanfaatan limbah
B3 dapat dilaksanakan setelah izin pemanfataan limbah B3 dikeluarkan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup.
6.
Pengaturan
pendaftaran limbah B3 (yang berguna untuk delisting)
Pada lampiran PP No.
101 Tahun 2014 terdapat daftar limbah B3 berdasarkan sumbernya (spesifik dan
tidak spesifik) dan berdasarkan tingkat bahaya (kategori 1 dan 2).
7.
Perincian
Kodifikasi karakteristik limbah B3
Pada lampiran PP No.
101 Tahun 2014 juga terdapat secara detail daftar limbah B3 yang dilakukan
kodifikasi dan berguna untuk mengetahui tingkat bahaya limbah. Proses
kodifikasi untuk mempermudah melakukan ploting limbah yang dihasilkan oleh
kegiatan / aktivitas perusahaan.
8.
Pengaturan
produk samping (by-product)
Setiap Orang yang
menghasilkan Limbah B3 dari sumber spesifik sebagaimana tercantum pada PP 101
tahun 2014 dalam Lampiran I (Tabel 3 dan Tabel 4) yang akan melakukan
Pemanfaatan Limbah B3 dari sumber spesifik sebagai produk samping, dikecualikan
dari kewajiban memiliki izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Pemanfaatan
Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1).
Untuk menetapkan limbah
yang dihasilkan merupakan produk samping maka pengusaha harus mengajukan
permohonan penetapan Limbah B3 dari sumber spesifik sebagai produk samping
kepada Menteri. Kemudian Menteri akan menugaskan tim ahli Limbah B3 untuk
melakukan evaluasi. Kemudian tim ahli limbah B3 membuat rekomendasi yang memuat
pernyataan bahwa Limbah B3 dari sumber spesifik sebagai produk samping. Setelah
itu, Menteri berdasarkan rekomendasi tim ahli Limbah B3 menetapkan Limbah B3
dari sumber spesifik sebagai produk samping atau bukan produk samping.
Jika Limbah B3 dari
sumber spesifik ditetapkan Menteri sebagai produk samping, maka Menteri
memberikan rekomendasi untuk menerbitkan nomor registrasi produk samping
sebagai produk dan pengusaha tidak perlu mengajukan izin pengelolaan limbah B3
untuk usaha pemanfataan limbah B3.
9.
Ketentuan
mengenai dana jaminan lingkungan
Dana penjaminan
disimpan di bank pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk
melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup dengan menggunakan dana penjaminan.
10. Perincian perpindahan lintas
batas
Jika Setiap Orang yang
menghasilkan Limbah B3 tidak mampu melakukan sendiri Pemanfaatan Limbah B3 yang
dihasilkannya maka pemanfaatan Limbah B3 diserahkan kepada Pemanfaat Limbah B3 atau
dapat melakukan ekspor Limbah B3 yang dihasilkannya.
Sebelum melakukan ekspor
dan / atau impor limbah B3 maka pengusaha / penghasil limbah B3 harus membuat notifikasi
kepada Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri atau mengisi form
notifikasi ke Negara lain dari Menteri. Notifikasi Ekspor Impor Limbah B3
adalah pemberitahuan terlebih dahulu dari otoritas negara eksportir kepada
otoritas negara penerima sebelum dilaksanakan perpindahan lintas batas Limbah
B3.
Persyaratan pengajuan
notifikasi ekspor limbah B3 diatur dalam pasal 124 dan Bab XII tentang
perpindahan lintas batas limbah B3. Selanutnya Menteri memberikan jawaban
berupa persetujuan atau penolakan atas permohonan notifikasi.
11. Pengaturan dumping
Dumping (Pembuangan)
adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan Limbah dan/atau bahan
dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan
tertentu ke media lingkungan hidup tertentu. Setiap Orang untuk dapat melakukan
Dumping (Pembuangan) Limbah B3 ke media lingkungan hidup wajib memiliki izin
dari Menteri. Izin yang dikeluarkan oleh Menteri berupa izin Dumping
(Pembuangan) Limbah B3 ke media lingkungan hidup ke tanah dan laut. Secara
detail proses pengajuan izin dumping diatur dalam PP 101 Tahun 2014 Bab X
tentang Dumping (Pembuangan) Limbah B3.
12. Perincian pengaturan tanggap
darurat
Setiap Orang yang
menghasilkan Limbah B3, Pengumpul Limbah B3, Pemanfaat Limbah B3, Pengangkut
Limbah B3, Pengolah Limbah B3, dan/atau Penimbun Limbah B3 wajib memiliki
Sistem Tanggap Darurat.
Sistem Tanggap Darurat
dalam Pengelolaan Limbah B3 terdiri atas:
a. penyusunan
program kedaruratan Pengelolaan Limbah B3;
b. pelatihan
dan geladi kedaruratan Pengelolaan Limbah B3; dan
c. penanggulangan
kedaruratan Pengelolaan Limbah B3.
Setiap Orang yang
menghasilkan Limbah B3, Pengumpul Limbah B3, Pengangkut Limbah B3, Pemanfaat
Limbah B3, Pengolah Limbah B3, dan/atau Penimbun Limbah B3 wajib
menyelenggarakan pelatihan dan geladi kedaruratan untuk kegiatan yang
dilakukannya paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun untuk memastikan
Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan Limbah B3 dapat dilaksanakan. Secara detail
proses pengajuan izin dumping diatur dalam PP 101 Tahun 2014 Bab XIV tentang Sistem
Tanggap Darurat Dalam Pengelolaan Limbah B3.
Semoga artikel ini dapat
bermanfaat dan menjadi pedoman untuk mengevaluasi pemenuhan peraturan
perundangan dan dasar pembuatan program perusahaan untuk memenuhi peraturan
perundangan Republik Indonesia khususnya mengenai Pengelolaan Limbah B3.
Penulis
Cahyadi
HSE
Consultant
Tidak ada komentar:
Posting Komentar