Belajar Senang Menerima teguran/ omelan/ kritikan
Pada umumnya kita akan merasa
sebal ketika mendapat omelan/ teguran/ kritikan. Saking sebalnya, secara sadar
atau tidak sadar, fokus pikiran kita kemudian berpindah dari isi omelan ke
teknik/ cara omelan tersebut.
·
“Saya tahu sih saya salah, tapi seharusnya Bos
tidak boleh marah seperti itu, kasih tahu aja salahnya dimana, ngga usah pakai
‘bumbu’ yang bikin kuping tambah panas, kurang tanggung jawab-lah, malas-lah,
dll”
·
“Iya tuh si Bos, kalau marah suka ngga lihat
tempat. Ngomel di depan orang banyak, bikin kita jadi malu”
·
“Menurut gue, seharusnya yang dapat training
leadership tuh si Bos, biar dia tahu cara komunikasi yang baik, supaya dia bisa
berubah ngga ngomel-ngomel melulu J”
Celotehan seperti ini tentunya
sering kita dengar ketika kita sedang asyik ngerumpi (ngobrol-ngobrol) saat
bertemu sesama rekan kerja, atau ketika kita menguping pembicaraan beberapa
orang di lift atau di tempat makan siang.
Sejujurnya saya sepakat dengan
“sebagian” pernyataan tersebut. Mungkin benar bahwa Bos mereka kalau
marah gualak banget, tetapi jika kita melihat dari konteks yang
lain, misalnya melihat dari sisi si Bos, Apakah benar si Bos tersebut marah
tanpa sebab ?? tentunya si Bos marah karena “ada sesuatu” yang membuat si Bos
marah. Lalu bila memang ternyata ada sesuatu yang membuat si Bos marah,
misalnya “pekerjaan belum diselesaikan”, “melakukan kesalahan dalam melakukan
pekerjaan”, “melakukan tindakan yang melanggar etika”, lalu kenapa kita jadi
berpindah fokus dari content atau isi marahnya si Bos, ke cara marahnya si Bos
?? Cara marah yang benar versi saya atau rekan kerja saya juga mungkin berbeda
dengan “persepsi” cara marah si Bos. Mungkin saja “bila” kita bisa mengintip
isi otaknya si Bos, si Bos punya pikiran lain bahwa “Marah itu perlu untuk
mengingatkan, kalau tidak dimarahin tidak akan jalan”
Coba Anda bayangkan jika Bos Anda
tidak pernah marah ketika kita berbuat salah. Apa dampaknya bagi kita ? kita
tidak pernah mengetahui kekurangan kita dan kita tidak akan pernah belajar
untuk menjadi lebih baik. Jadi yang mana yang Anda pilih ? Bos yang sering
marah atau Bos yang tidak pernah marah ? Bersyukurlah mendapatkan Bos yang suka marah, dengan
syarat kita mau lebih focus ke isi/ content dari marahnya tersebut, dan
melakukan koreksi supaya kedepan tidak terulang. Dengan cara itulah Anda di
TEMPA (dididik) untuk menjadi lebih kuat dan lebih baik J
PELAJARI ISI/
CONTENT MARAHNYA TERSEBUT DAN PERBAIKI SUPAYA KEDEPAN TIDAK TERULANG. BAYANGKAN
ANDA SEDANG BERMAIN GAMES DIMANA ANDA AKAN MENANG KETIKA “BOS/ CUSTOMER/REKAN
KERJA/ TEMAN/ ORANG TUA/ SUAMI/ ISTRI” ANDA TIDAK MARAH.
Dan buat para Bos, Ayo marah
supaya bawahan Anda menjadi lebih baik, menjadi lebih bisa diandalkan. Bukan
untuk Anda, tetapi untuk mereka J
Salam
Imanuel Iman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar