Budaya "Senang mendengar Masalah"
Coba Anda perhatikan bagaimana pada umumnya reaksi dari kita
atau Manajemen (pimpinan/ pejabat atas, menengah atau bawah) ketika mendengar
masalah ? Apakah kita atau Manajemen senang mendengar informasi masalah ? Atau
sebaliknya Manajemen malah tidak senang mendengar informasi masalah ? Bahkan
feedbacknya malah balik mengkritisi dengan pernyataan : “Itu artinya para
Manager kurang kontrol !! Kamu kurang terjun ke bawah, dlsbnya”, reaksi
ketidaksenangan yang dibungkus dengan istilah “wejangan”.
·
Penyebab 1 : Sadar atau tidak sadar, kita memang
terdidik untuk “Senang mendengar berita baik”, ketika kita memberikan berita
baik, kita dipuji. Namun ketika performance turun atau ada masalah, kita
dianggap gagal atau bekerja dengan kurang baik. Kebiasaan inilah yang kemudian membuat kita secara sadar atau
tidak sadar memiliki kecenderungan “untuk hanya menceritakan yang baik”, namun
menyembunyikan yang jelek.
·
Penyebab 2 : Secara sadar atau tidak sadar kita
pun diajarkan untuk memberikan reward bagi yang performancenya baik dan
punishment bagi yang performancenya jelek.
o Sisi
positif : Memberikan motivasi bagi yang baik dan dorongan bagi yang kurang
baik.
o
Namun sisi negatifnya : kondisi ini bisa
berdampak pada “kebiasaan
untuk memberikan punishment ketika mendapat berita buruk”. Dan efek negatifnya
bawahan TAKUT UNTUK MELAPORKAN BERITA BURUK. Dalam kondisi parah, bawahan
akhirnya terpancing untuk memanipulasi data untuk bisa memberikan data yang
manis kepada atasan.
Lalu apakah budaya seperti ini yang akan dibangun di
perusahaan ?? Jika budaya ini yang terbentuk, akibatnya akan banyak masalah yang tidak dilaporkan à Karena masalah tidak dilaporkan, maka masalah tidak akan diselesaikan
dan tetap menjadi masalah, yang suatu saat akan dapat meledak ketika masalah tersebut menjadi
bertumpuk menjadi tambah besar. Dan sering kali ketika masalah sudah
menjadi terlalu besar, perbaikan
menjadi semakin sulit, penyakit sudah menjadi akut.
Lalu bagaimana untuk merubah budaya ini ??
1.
Merubah pola pikir bahwa Masalah adalah peluang. Ketika kita
mendengar masalah artinya ketika mendengar Peluang untuk kedepan menjadi lebih
baik. Masalah sudah
terjadi, sejarah tidak bisa dirubah, JADI KITA TIDAK PERLU BERTANYA KENAPA ? SIAPA YANG SALAH?
NAMUN KITA HARUS LEBIH FOKUS UNTUK BERTANYA BAGAIMANA ? BAGAIMANA SUPAYA
MASALAH INI TIDAK TERULANG ? BAGAIMANA MEMBUAT MASA DEPAN MENJADI LEBIH BAIK.
Atau kita rubah bahasa masalah menjadi “Peluang Improvement” sehingga bisa
diartikan dengan lebih positif.
2.
Ketika kita melaporkan masalah, usahakan untuk
bisa melaporkan masalah
plus usulan solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Kondisi ini akan menghilangkan kesan “Curcol
(Curhat Colongan)” bagi orang yang mendengarkan masalah tersebut.
3.
Dan untuk Pemimpin, Pemimpin perlu menekankan bahwa “Saya tidak
perlu laporan yang bagus, laporan yang manis. Saya perlu laporan masalah, karena disitulah tercipta
peluang untuk menjadi lebih baik”. Seperti yang pernah disampaikan oleh
salah seorang GM di Perusahaan BUMN yang secara tegas menyatakan bahwa “Saya
tidak perlu laporan bagus, seolah tidak ada kejadian near miss (hampir celaka).
Jika data Anda menyatakan tidak ada near miss namun ternyata ada kecelakaan,
berarti Anda bohong. Saya perlu data near miss sebanyak-banyaknya. Dari data
itulah kita bisa membuat sistem pencegahan kecelakaan dengan lebih baik”. Suatu
statement yang sangat menyentuh dan perlu di tiru J
Jadi “Ayo kita budayakan senang mendengar Masalah”.
Regards
Imanuel
Iman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar