Senin, 24 Maret 2014

Belajar Senang Menerima teguran/ omelan/ kritikan

 
Belajar Senang Menerima teguran/ omelan/ kritikan
 

Pada umumnya kita akan merasa sebal ketika mendapat omelan/ teguran/ kritikan. Saking sebalnya, secara sadar atau tidak sadar, fokus pikiran kita kemudian berpindah dari isi omelan ke teknik/ cara omelan tersebut.

·         “Saya tahu sih saya salah, tapi seharusnya Bos tidak boleh marah seperti itu, kasih tahu aja salahnya dimana, ngga usah pakai ‘bumbu’ yang bikin kuping tambah panas, kurang tanggung jawab-lah, malas-lah, dll”

·         “Iya tuh si Bos, kalau marah suka ngga lihat tempat. Ngomel di depan orang banyak, bikin kita jadi malu”

·         “Menurut gue, seharusnya yang dapat training leadership tuh si Bos, biar dia tahu cara komunikasi yang baik, supaya dia bisa berubah ngga ngomel-ngomel melulu J

Celotehan seperti ini tentunya sering kita dengar ketika kita sedang asyik ngerumpi (ngobrol-ngobrol) saat bertemu sesama rekan kerja, atau ketika kita menguping pembicaraan beberapa orang di lift atau di tempat makan siang.

Sejujurnya saya sepakat dengan “sebagian” pernyataan tersebut. Mungkin benar bahwa Bos mereka kalau marah   gualak banget, tetapi jika kita melihat dari konteks yang lain, misalnya melihat dari sisi si Bos, Apakah benar si Bos tersebut marah tanpa sebab ?? tentunya si Bos marah karena “ada sesuatu” yang membuat si Bos marah. Lalu bila memang ternyata ada sesuatu yang membuat si Bos marah, misalnya “pekerjaan belum diselesaikan”, “melakukan kesalahan dalam melakukan pekerjaan”, “melakukan tindakan yang melanggar etika”, lalu kenapa kita jadi berpindah fokus dari content atau isi marahnya si Bos, ke cara marahnya si Bos ?? Cara marah yang benar versi saya atau rekan kerja saya juga mungkin berbeda dengan “persepsi” cara marah si Bos. Mungkin saja “bila” kita bisa mengintip isi otaknya si Bos, si Bos punya pikiran lain bahwa “Marah itu perlu untuk mengingatkan, kalau tidak dimarahin tidak akan jalan” 

 
Secara sadar atau tidak disadari kejadian tersebut diatas sering terjadi dalam kehidupan kita. Kita sering kali berpindah fokus dari isi/ content dari marah tersebut ke cara marah yang baik. Hal tersebut naluriah saja (sifat manusia yang tidak ingin disalahkan) , dan biasa terjadi manakala kita lebih mengandalkan emosi daripada akal sehat. Namun saat kita sedang dalam keadaan normal, sering kali kita perlu mengingat kembali kejadian tersebut. Kenapa si Bos marah ? Apa sih isi/ content dari marahnya si Bos ? Masa sih kalau saya sempurna, si Bos bisa marah ? Pemikiran tersebut akan membantu kita untuk kembali ke fokus utamanya: “isi/ content dari marahnya si Bos”, bukan ke cara marahnya. Dan kemudian kita akan bisa menyadari bahwa marahnya di Bos sebenarnya adalah “PELUANG” untuk membuat kita menjadi lebih baik.

 
Coba Anda bayangkan jika Bos Anda tidak pernah marah ketika kita berbuat salah. Apa dampaknya bagi kita ? kita tidak pernah mengetahui kekurangan kita dan kita tidak akan pernah belajar untuk menjadi lebih baik. Jadi yang mana yang Anda pilih ? Bos yang sering marah atau Bos yang tidak pernah marah ? Bersyukurlah mendapatkan Bos yang suka marah, dengan syarat kita mau lebih focus ke isi/ content dari marahnya tersebut, dan melakukan koreksi supaya kedepan tidak terulang. Dengan cara itulah Anda di TEMPA (dididik)  untuk menjadi lebih kuat dan lebih baik J

 
Jadi BELAJARLAH UNTUK SENANG MENDAPATKAN OMELAN/ TEGURAN/ KRITIKAN, baik dari Bos, Customer, Rekan kerja, teman, orang tua, suami/ istri dan lainnya. 

PELAJARI ISI/ CONTENT MARAHNYA TERSEBUT DAN PERBAIKI SUPAYA KEDEPAN TIDAK TERULANG. BAYANGKAN ANDA SEDANG BERMAIN GAMES DIMANA ANDA AKAN MENANG KETIKA “BOS/ CUSTOMER/REKAN KERJA/ TEMAN/ ORANG TUA/ SUAMI/ ISTRI” ANDA TIDAK MARAH. 

Dan buat para Bos, Ayo marah supaya bawahan Anda menjadi lebih baik, menjadi lebih bisa diandalkan. Bukan untuk Anda, tetapi untuk mereka J

 

Salam

Imanuel Iman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar