Senin, 03 Agustus 2015

PERUBAHAN DAN TAMBAHAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH B3 (PP 18 Tahun 1999 jo 85 Tahun 1999 Menjadi PP 101 Tahun 2014)



 
Kebijakan pengelolaan limbah B3 yang ada saat ini perlu dilakukan dalam bentuk pengelolaan yang terpadu karena dapat menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia, mahluk hidup lainnya dan lingkungan hidup apabila tidak dilakukan pengelolaan dengan benar. Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Limbah B3 yang secara terpadu diperlukan untuk mengatur keterkaitan setiap simpul pengelolaan limbah B3 yaitu kegiatan penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, pemanfaatan, dan penimbunan limbah B3. 
Oleh sebab itu, Pemerintah menyusun Peraturan Pemerintah No 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3 yang mengatur mengenai :
a.       Penetapan Limbah B3;
b.      Pengurangan Limbah B3;
c.       Penyimpanan Limbah B3;
d.      Pengumpulan Limbah B3;
e.       Pengangkutan Limbah B3;
f.       Pemanfaatan Limbah B3;
g.      Pengolahan Limbah B3;
h.      Penimbunan Limbah B3;
i.        Dumping (Pembuangan) Limbah B3;
j.        Pengecualian Limbah B3;
k.      Perpindahan lintas batas Limbah B3;
l.        Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup dan Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup;
m.    Sistem Tanggap Darurat dalam Pengelolaan Limbah B3;
n.      Pembinaan;
o.      Pengawasan;
p.      Pembiayaan; dan
q.      Sanksi administratif.

 Ringkasan perubahan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 jo 85 Tahun 1999 Menjadi PP 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah B3.

PP Lama (PP 18 dan 85 Tahun 1999)
PP Baru (PP 101 Tahun 2014)
1.    Tidak ada pembagian LB3 berdasarkan tingkat bahaya.
1.     Ada limbah B3 dengan kategori 1 dan
kategori 2
2.    Tata cara penetapan limbah B3
2.     Tata cara penetapan limbah B3
3.    Tidak ada limbah B3 dari sumber spesifik khusus
3.     Ada pengaturan limbah B3 kategori bahaya B dari sumber spesifik khusus (slag, kapur, dll)
4.    Penyimpanan limbah B3 < 50 kg/hari adalah 180 hari
4.     Penyimpanan limbah B3 < 50 kg/hari adalah 365 hari
5.    Tidak ada uji coba
5.     Ada uji coba (pemanfaatan & pengolahan limbah B3)
6.    Tidak ada pendaftaran limbah B3
6.     Ada pendaftaran limbah B3 (berguna untuk delisting)
7.    Kodifikasi karakteristik limbah B3 belum rinci
7.     Kodifikasi karakteristik limbah B3 lebih rinci
8.    Tidak ada pengaturan produk samping (by-product)
8.     Ada pengaturan produk samping (by-product)
9.    Tidak ada ketentuan dana jaminan lingkungan
9.     Ada ketentuan mengenai dana jaminan lingkungan
10.  Belum ada rincian perpindahan lintas batas
10. Ada rincian perpindahan lintas batas
11.  Tidak ada pengaturan dumping
11. Ada pengaturan dumping
12.  Belum ada rincian pengaturan tanggap darurat
12. Ada rincian pengaturan tanggap darurat

Detail perubahan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 jo 85 Tahun 1999 Menjadi PP 101 Tahun 2014 diantaranya :
1.      Penjelasan mengenai pembagian limbah B3 berdasarkan tingkat bahaya
Penjelasan mengenai pembagian limbah B3 berdasarkan tingkat bahaya belum termuat dalam PP 18 Tahun 19999 jo 85 Tahun 1999. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut hanya menjelaskan bahwa limbah B3 hanya diidentifikasi berdasarkan sumber dan karakteristiknya “Pasal 6 : Limbah B3 dapat diidentifikasi menurut sumber dan karakteristiknya”. Padahal yang seharusnya diinformasikan dan diidentifikasi yaitu limbah yang berdasarkan tingkat bahayanya.
Oleh sebab itu, Pemerintah mengeluarkan PP 101 Tahun 2014 yang menjelaskan bahwa limbah B3 diidentifikasi berdasarkan tingkat bahaya, sumber, dan karakteristiknya “Pasal 3 ayat (2) : Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan kategori bahayanya terdiri atas Limbah B3 kategori 1 dan Limbah B3 kategori 1.
Secara detail pembagian limbah B3 berdasarkan tingkat bahaya tercantum pada PP 101 Tahun 2014 Lampiran 1. Berdasarkan lampiran 1 terlihat bahaya limbah B3 kategori 1 lebih berbahaya dibandingkan dengan limbah B3 kategori 2. Limbah B3 kategori 2 hanya dilakukan pengujian tingkat racun (TCLP) dan memiliki nilai LD50 > dari 50 mg/kg (lima puluh miligram per kilogram) berat badan hewan uji, sedangkan pengujian limbah B3 kategori 1 diidentiifikasi berdasarkan karakteristik mudah meledak, mudah menyala, reaktif, infeksius, dan/atau korosif sesuai dengan parameter uji sebagaimana tercantum dalam Lampiran II, kemudian dilakukan uji tingkat racun (TCLP), dan memiliki nilai LD50 < 50 mg/kg (lima puluh miligram per kilogram) berat badan hewan uji. Uji karakteristik limbah B3 berdasarkan tingkat bahaya secara detail diatur dalam Pasal 5 ayat (3) dan (4).

2.      Tata cara penetapan limbah B3
Penetapan limbah B3 dijelaskan secara rinci pada PP 101 Tahun 2014. Penjelasan mengenai penetapan limbah B3 diatur mulai pasal 3 sampai dengan pasal 9. Penjelasan mengenai penetapan limbah B3 dimulai dari karakteristik limbah B3, penentuan kategori limbah berdasarkan sumber, tingkat bahaya, dan karakteristiknya. Kemudian dijelaskan juga cara pengujian karakteristik limbah B3 kategori 1 dan 2.

3.      Pengaturan limbah B3 dari sumber spesifik khusus
Limbah B3 berdasarkan sumbernya terdiri atas : limbah B3 dari sumber tidak spesifik, limbah B3 dari sumber spesifik, dan limbah B3 dari B3 kedaluwarsa, B3 yang tumpah, B3 yang tidak memenuhi spesifikasi produk yang akan dibuang, dan bekas kemasan B3. Penjelasan mengenai sumber limbah B3 sudah diatur pada PP 18 Tahun 1999 pasal 7 ayat (1) dan PP 101 Tahun 2014 pasal 3 (3). Perubahan dan tambahan yang belum diatur pada Peraturan Pemerintah yang sebelumnya adalah mengenai limbah B3 dari sumber spesifik.
Peraturan Pemerintah No 101 Tahun 2014 menjelaskan lebih detail mengenai limbah B3 dari sumber spesifik. “Pada pasal 3 ayat (4) Limbah B3 dari sumber spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c meliputi: a. Limbah B3 dari sumber spesifik umum; dan b. Limbah B3 dari sumber spesifik khusus”.
Limbah B3 dari sumber spesifik merupakan Limbah B3 sisa proses suatu industri atau kegiatan yang secara spesifik dapat ditentukan. Limbah B3 dari sumber spesifik khusus adalah Limbah B3 yang memiliki efek tunda (delayed effect), berdampak tidak langsung terhadap manusia dan lingkungan hidup, memiliki karakteristik beracun tidak akut, dan dihasilkan dalam jumlah yang besar per satuan waktu. Daftar atau Jenis limbah B3 yang termasuk pada limbah B3 dari sumber spesifik umum dan khusus tertera pada Lampiran 1 Tabel 3 Daftar Limbah B3 Dari Sumber Spesifik Umum, dan Table 4 Daftar Limbah B3 Dari Sumber Spesifik Khusus.

4.      Masa simpan limbah B3
Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014 mengatur lamanya masa simpan limbah B3 sampai 365 hari, berbeda dengan peraturan sebelumnya yang hanya sampai 180 hari. Berikut masa simpan B3 menurut PP 101 tahun 2014
a.       Masa simpan 90 (sembilan puluh) hari sejak Limbah B3 dihasilkan, untuk Limbah B3 yang dihasilkan sebesar 50 kg (lima puluh kilogram) per hari atau lebih;
b.      Masa simpan 180 (seratus delapan puluh) hari sejak Limbah B3 dihasilkan, untuk Limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 kg (lima puluh kg) per hari untuk Limbah B3 kategori 1;
c.       Masa simpan 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sejak Limbah B3 dihasilkan, untuk Limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 kg (lima puluh kilogram) per hari untuk Limbah B3 kategori 2 dari sumber tidak spesifik dan sumber spesifik umum; atau
d.      Masa simpan 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sejak Limbah B3 dihasilkan, untuk Limbah B3 kategori 2 dari sumber spesifik khusus,

5.      Pengaturan uji coba (pemanfaatan & pengolahan limbah B3)
Sebelum melakukan pemanfaatan dan pengolahan limbah B3 maka pengusaha harus melakukan uji coba. Pelaksanaan dan persetujuan uji coba diatur dalam PP 101 tahun 2014 Bab VII mengenai pemanfaatan limbah B3. Persetujuan pelaksanaan uji coba berlaku paling lama 1 tahun dan tidak dapat diperpanjang. Jika pelaksanaan uji coba gagal maka pengusaha harus menutup atau tidak diperbolehkan mengadakan usaha / kegiatan pemanfaatan limbah B3. Setelah pengujian berhasil maka pengusaha harus mengajukan izin pemanfaatan limbah B3. Aktivitas / kegiatan pemanfaatan limbah B3 dapat dilaksanakan setelah izin pemanfataan limbah B3 dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup.

6.      Pengaturan pendaftaran limbah B3 (yang berguna untuk delisting)
Pada lampiran PP No. 101 Tahun 2014 terdapat daftar limbah B3 berdasarkan sumbernya (spesifik dan tidak spesifik) dan berdasarkan tingkat bahaya (kategori 1 dan 2).

7.      Perincian Kodifikasi karakteristik limbah B3
Pada lampiran PP No. 101 Tahun 2014 juga terdapat secara detail daftar limbah B3 yang dilakukan kodifikasi dan berguna untuk mengetahui tingkat bahaya limbah. Proses kodifikasi untuk mempermudah melakukan ploting limbah yang dihasilkan oleh kegiatan / aktivitas perusahaan.

8.      Pengaturan produk samping (by-product)
Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3 dari sumber spesifik sebagaimana tercantum pada PP 101 tahun 2014 dalam Lampiran I (Tabel 3 dan Tabel 4) yang akan melakukan Pemanfaatan Limbah B3 dari sumber spesifik sebagai produk samping, dikecualikan dari kewajiban memiliki izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Pemanfaatan Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1).
Untuk menetapkan limbah yang dihasilkan merupakan produk samping maka pengusaha harus mengajukan permohonan penetapan Limbah B3 dari sumber spesifik sebagai produk samping kepada Menteri. Kemudian Menteri akan menugaskan tim ahli Limbah B3 untuk melakukan evaluasi. Kemudian tim ahli limbah B3 membuat rekomendasi yang memuat pernyataan bahwa Limbah B3 dari sumber spesifik sebagai produk samping. Setelah itu, Menteri berdasarkan rekomendasi tim ahli Limbah B3 menetapkan Limbah B3 dari sumber spesifik sebagai produk samping atau bukan produk samping.
Jika Limbah B3 dari sumber spesifik ditetapkan Menteri sebagai produk samping, maka Menteri memberikan rekomendasi untuk menerbitkan nomor registrasi produk samping sebagai produk dan pengusaha tidak perlu mengajukan izin pengelolaan limbah B3 untuk usaha pemanfataan limbah B3.

9.      Ketentuan mengenai dana jaminan lingkungan
Dana penjaminan disimpan di bank pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup dengan menggunakan dana penjaminan.

10.  Perincian perpindahan lintas batas
Jika Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3 tidak mampu melakukan sendiri Pemanfaatan Limbah B3 yang dihasilkannya maka pemanfaatan Limbah B3 diserahkan kepada Pemanfaat Limbah B3 atau dapat melakukan ekspor Limbah B3 yang dihasilkannya.
Sebelum melakukan ekspor dan / atau impor limbah B3 maka pengusaha / penghasil limbah B3 harus membuat notifikasi kepada Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri atau mengisi form notifikasi ke Negara lain dari Menteri. Notifikasi Ekspor Impor Limbah B3 adalah pemberitahuan terlebih dahulu dari otoritas negara eksportir kepada otoritas negara penerima sebelum dilaksanakan perpindahan lintas batas Limbah B3.
Persyaratan pengajuan notifikasi ekspor limbah B3 diatur dalam pasal 124 dan Bab XII tentang perpindahan lintas batas limbah B3. Selanutnya Menteri memberikan jawaban berupa persetujuan atau penolakan atas permohonan notifikasi.

11.  Pengaturan dumping
Dumping (Pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan Limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu. Setiap Orang untuk dapat melakukan Dumping (Pembuangan) Limbah B3 ke media lingkungan hidup wajib memiliki izin dari Menteri. Izin yang dikeluarkan oleh Menteri berupa izin Dumping (Pembuangan) Limbah B3 ke media lingkungan hidup ke tanah dan laut. Secara detail proses pengajuan izin dumping diatur dalam PP 101 Tahun 2014 Bab X tentang Dumping (Pembuangan) Limbah B3.

12.  Perincian pengaturan tanggap darurat
Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3, Pengumpul Limbah B3, Pemanfaat Limbah B3, Pengangkut Limbah B3, Pengolah Limbah B3, dan/atau Penimbun Limbah B3 wajib memiliki Sistem Tanggap Darurat.
Sistem Tanggap Darurat dalam Pengelolaan Limbah B3 terdiri atas:
a.       penyusunan program kedaruratan Pengelolaan Limbah B3;
b.      pelatihan dan geladi kedaruratan Pengelolaan Limbah B3; dan
c.       penanggulangan kedaruratan Pengelolaan Limbah B3.
Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3, Pengumpul Limbah B3, Pengangkut Limbah B3, Pemanfaat Limbah B3, Pengolah Limbah B3, dan/atau Penimbun Limbah B3 wajib menyelenggarakan pelatihan dan geladi kedaruratan untuk kegiatan yang dilakukannya paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun untuk memastikan Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan Limbah B3 dapat dilaksanakan. Secara detail proses pengajuan izin dumping diatur dalam PP 101 Tahun 2014 Bab XIV tentang Sistem Tanggap Darurat Dalam Pengelolaan Limbah B3.

Semoga artikel ini dapat bermanfaat dan menjadi pedoman untuk mengevaluasi pemenuhan peraturan perundangan dan dasar pembuatan program perusahaan untuk memenuhi peraturan perundangan Republik Indonesia khususnya mengenai Pengelolaan Limbah B3.


Penulis
Cahyadi
HSE Consultant

Tidak ada komentar:

Posting Komentar